Sunday, February 7, 2010

[Kesehatan] Sayangi Ginjal Anda!


Hari itu, bersama seorang dokter saya pergi mengantarkan teman kantor yang mengalami kecelakaan saat bermain bola dan menyebabkan patah tulang pada bahunya sehingga harus dirujuk ke rumah sakit.

Sepanjang perjalanan, kami banyak bercerita, bercanda, sekedar untuk mengusir rasa sakit yang diderita oleh teman saya itu. Tiba-tiba ponsel dokter itu berbunyi dan langsung diangkat oleh si dokter. Cukup lama dokter berbicara di telpon dengan lawan bicara yang saya sendiri tidak tau siapa orang itu.

Lebih dari lima menit mau tidak mau saya ikut mendengar pembicaraan mereka karena kami dalam satu mobil. Awalnya saya tidak tertarik mendengar pembicaraan mereka, apalagi ini bisa dikenai pasal “menguping” dan itu bukan yang saya sukai. Sebagai orang kesehatan, istilah-istilah dan kata-kata yang terlontar dari pembicaraan mereka mengajak saya menyimpulkan pada sebuah diagnosa penyakit. Ah entahlah,s emoga dugaan saya salah.

Karena khawatir saya termakan asumsi atau kesimpulan yang saya bikin sendiri, saya langsung tanyakan ke dokter itu setelah dokter menutup telponnya. “Siapa dok?”, “Relawan pak” jawab dokter. “Kok seperti sedang membicarakan HD?” imbuh saya. “iya pak, relawan kita ada yang kena gagal ginjal dan harus HD”. Glekkkkk…terkunci mulut saya mendengar kalimat terakhir dari si dokter. Innnalillahi….Satu lagi orang dekat yang masih dalam lingkaran keluarga besar saya. HD???

===========================================================================

Bandung, Sabtu 26 Februari 2005
Berjalan sendiri melewati lorong-lorong sepi di salah satu rumah sakit pemerintah di Kota Bandung, ini hari ke-12 aku menjalani rangkaian pemeriksaan tubuhku di rumah sakit ini. Keluhan anemia, mual muntah, hipertensi, dan asam urat tinggi kembali terngiang di kepalaku. Hari ini adalah penentuan, sakit apa aku sebenarnya.

Dengan tegap kulangkahkan kakiku menuju ruang periksa dokter spesialis ginjal dan hipertensi. Saat memasukinya aku tertegun, semua pasien yang ada disana adalah bapak-bapak dan ibu-ibu seusia ibuku.

Aku mulai sedikit nyaman ketika melihat dokter yang ternyata usianya sebaya denganku, mungkin hanya lebih tua empat atau lima tahun. Akhirnya, ada orang muda juga disini.
Tibalah giliranku. Dengan tenang aku duduk di depan dokter sambil menyerahkan hasil-hasil lab yang jumlahnya sudah tak terhitung lagi. Selesai membaca hasil labku yang terbaru, tiba-tiba dokter itu menatapku dalam. Tak lama kemudian meluncurlah kalimat panjang yang seolah menjadi pengantar bayanganku tentang sesuati bernama kematian.

“Kamu punya Askes? Kerja dimana? Ada jaminan kesehatan nggak? Dengarkan baik-baik, kamu harus menjalani cuci darah dua kali seminggu. Satu kali cuci darah Rp. 600.000,00. Artinya kamu harus sedia minimal Rp. 4.800.000,00 setiap bulannya. Kalau tidak, kamu akan mengalami komplikasi penyakit sampai koma dan bisa berakibat kematian, gimana?”

Aku. Perempuan muda berusia 25 tahun yang datang sendiri ke rumah sakit dengan keyakinan bahwa penyakitku masih bisa diobati dengan minum obat secara rutin, tiba-tiba mendengar istilah baru bernama cuci darah.

……………………..

Dan vonis HD (hemodialisis/cuci darah)-lah yang kemudian kudapat dari dokter spesialis ginjal dan hipertensi. Aku dinyatakan mengidap gagal ginjal terminal.
Ya, gagal ginjal terminal adalah penyakit yang kuderita. Penyakita yang menyebabkan rasa sakit cukup menyiksaku akhir-akhir ini, yang memaksaku terus berbaring dan selalu minta izin sakit dari tempat kerjaku.

Penyakit yang dipicu oleh kelalaianku melakukan medical ceck up, malas minum banyak air putih, kurang memerhatikan makanan yang masuk ke tubuhku, dan terlalu banyak mengonsumsi obat penahan sakit. Aku dulu punya aktivitas padat, selalu merasa tidak punya waktu untuk sekedar istirahat dan memerhatikan pola makan. Kalau boleh menyesal, aku sangat menyesal. Tapi sekedar menyesal tidak akan memperbaiki kondisi tubuhku.

Aku harus bangkit dan mulai belajar untuk menjaga kualitas hidupku, walaupun aku tahu aku harus siap hidup dengan penyakit ini sampai akhir hayatku.

==============================================================================

Itulah paragraf-paragraf awal yang dituliskan oleh Teh Lien Auliya dalam bukunya “Tuhan Aku di Vonis Gagal Ginjal”. Buku itu, buku yang sama persis dengan apa yang akan saya buat, sepulang saya dan rekan-rekan di kantor berkunjung ke RS. Khusus Ginjal Habibi di Dago, Bandung. Sebagai penghormatan dan rasa empati saya kepada sahabat-sahabat saya yang mendapatkan jalan Surga dari Nya berupa vonis HD.

Saya hanya ingin siapapun, dimapun tahu bahwa menyayangi ginjalnya itu penting dan harus. Agar tidak ada lagi cerita-cerita seperti Teh Lien tuliskan atau kisah relawan tadi.

Buku yang sebenarnya saya beli untuk menjadi referensi, namun saya tersentak dan kaget saat saya membaca profile penulisnya, bahwa ternyata beliau orang dalam lingkungan “keluarga dekat” saya. Ya keluarga dekat, karena beliau juga pernah bekerja pada lembaga yang sekarang saya ada didalamnya. Dan itu mengingatkan saya dengan kata “prevalensi” yang saya perlajari pada mata kuliah epidemiologi.

Sekali lagi, sebelum semuanya terlambat...sayangi ginjal anda. Dengan memperhatikan asupan makanan, minum air putih, dan memberikan sedikit waktu untuk tubuh kita beristirahat setelah aktivitas yang tiada henti.

No comments: