Sunday, September 13, 2009

[Catcil] Jogokaryan: sebuah mimpi yang tertunda


Setelah terpaksa beristirahat satu malam di kamar kantor, ahad pagi saya tekadkan bahwa saya harus dapat kamar kos. Cerita soal kamar kos membuat saya ingin meneteskan airmata dan mengingatkan saya pada sebuah mimpi saya terdahulu.

Saat dulu saya aktif sebagai remaja masjid di Semarang, saya mengenal yang namanya Masjid Jogokaryan Jogja. Saat itu saya tidak pernah sekalipun melihat bentuknya seperti apa masjid Jogokaryan itu. Yang saya dengar adalah tentang keberhasikan masjid itu dalam menjalankan fungsi dakwahnya, fungsi masjid sebagai pusat pemberdayaan umat dan masjid yang membawa kesejahteraan bagi masyarakat sekitarnya. Sehingga masjid benar-benar menjadi rahmatan lil alamin danpusat kebaikan ditebar. Saya mendengar kiprah masjid Jogokaryan dari senior saya di remaja masjid yang pernah berkunjung kesana dan beberapa kenalan sesama remaja masjid yang pernah kesana saat itu.

Cerita-cerita yang saya dengar tentang masjid Jogokaryan ternyata telah menyihir saya, membius saya menjadi bemimpi untuk suatu waktu bisa menikmati kesejukan dan keberhasilan dakwah dimasjid tersebut. Dan mimpi saya saat itu adalah bisa menikmati suasana ramadhan yang agung di masjid itu, bisa mabit atau iktikaf barang sehari atau dua hari disana. Namun saat itu, mimpi tinggal lah mimpi. Karena aktifitas perkuliahan saya saat itu tidak memungkinkan untuk saya tinggalkan. Karena bagaimanapun kuliah adalah amanah utama saya dari orang tua selain mengembangkan diri dari jalan yang lain.

Dan saya baru tersadarkan, saat saya dihubungi oleh temen-temen di cabang bahwa saat itu sedang dicarikan kos-kosan di daerah Jogokaryan karena memang lokasinya cukup dekat dengan kantor, cuma sekira 5 menitan dengan sepeda motor dan kalaupun tidak memakai sepeda motor bisa naek angkutan umum [bus kota] dari depan gang dan turun langsung di depan kantor. Saya terhenyak, merinding dan terharu saat berita itu saya terima [haiyah, lebay ga sih?]. Bahwa saya akan dicarikan kos-kosan daerah Jogokaryan. Selama ini saya cukup sering berkunjung ke kantor Jogja, tapi saya tidak pernah tahu kalau ternyata dekat dengan tempat yang dulu pernah menjadi mimpi saya.

Siang hari pertama saya tiba di Jogja adalah memfix-kan kamar kos untuk saya tempati. Ada beberapa lokasi alternatif yang sudah dicarikan oleh Pak Sigit, security kantor. Namun kesemuanya tidak ada yang cocok. Ada yang karena harga, fasilitas, jarak dan lain sebagainya yang membuat saya tidak setuju. Sampai akhirnya saya merasa hampir putus asa. Akhirnya saya minta dicarikan didaerah yang lumayan masih dekat dengan Jogokaryan sekita 5 menit dari masjid dengan sepeda motor yaitu daerah Danunegaran. Letaknya jauh lebih dekat dengan kantor. Namun entah kenapa, sampai malam itu saya masih sangat yakin bahwa saya akan dapat kamar kos didekat masjid Jogokaryan. Sampai dengan Ahad pagi, keyakinan itu masih melekat meskipun Pak Sigit menyampaikan bahwa seluruh daerah Jogokaryan dan Danunegaran sudah dicari bahkan minta bantuan teman-temannya yang tinggal daerah situ namun tidak ada juga.

Tanpa bermaksud tidak mempercayai dengan apa yang disampaikan oleh Pak Sigit, pagi-pagi saya keluar dan menuju langsung ke Jogokaryan. Saya sisir satu persatu gang yang paling dekat dengan masjid. Saya bertanya pada orang yang kebetulan ada ditepian jalan gang. Saya tanyakan apakah ada kamar kos daerah situ? Saya datangi satu persatu rumah yang direferensikan oleh orang yang saya tanyai. Namun hasilnya nihil. Sampai akhirnya saya memutar sekali lagi ke gang yang berada di depan masjid Jogokaryan. Terkaget saya saat melihat sebuat rumah berlantai dua yang bertuliskan didepan pagarnya “Terima Kos Muslim”. Saya pun tidak berfikir lama, kemudian saya ketuk rumah itu dan ditemui oleh seorang mbak-mbak. Saat saya tanyakan masih ada kamar kosong, mbak-nya cuma jawab tidak tahu, coba saya tanyakan ke ibu kata si mbak tadi. Jawaban itu membuat saya deg-degan [yailah namanya juga orang hidup, pasti jantungnya kan berdenyut]. Tiba-tiba saya agak lemes [bukan karena puasa], karena saya khawatir kalau ternyata sudah penuh dengan kata lain saya harus mutar-mutar lagi nyari kamar kos.

Tidak lama kemudian keluar dari rumah itu seorang ibu-ibu yang menurut saya tergolong dalam kategori lansia. Terlihat dari raut wajahnya dan kerutan-kerutan dikening, pipi dan telapak tangannya. Dengan santun ibu itu menyapa saya dengan bertanya adik dari mana? Kerja atau kuliah dimana? Saya tidak langsung menjawab tapi saya justru tersenyum dan perlahan saya menundukkan badan saya sebagai bentuk penghormatan saya kepada ibu itu. Ini ajaran keluarga saya, kalau sedang berbicara dengan orang yang jauh lebih tua maka tundukkanlah badanmu minimal sejajar dan bagus lagi lebih rendah dari lawan bicara [mirip orang jepang lah]. Setelah itu saya baru jawab dengan menyebutkan nama dan pekerjaan.

Betapa senangnya saat ibu itu berkata bahwa masih ada 3 kamar kosong dan lebih senang lagi saat mendengan harga kamarnya disebutkan. Hahhh Cuma 150.000? Maklum, di Bandung harga paling murah untuk sebuah kamar kos sekitar 300 ribuan dan itu ukurannya cukup kecil. Saya lebih heran lagi saat diajak melihat kamar-kamar itu. Lokasinya berada di belakang rumah induk, kalau di Bandung pemilik menyebutnya dengan istilah paviliun. Ukuran kamarnya? Waouuu luas cuyyy. Sekira 3x2,5 m, bisa lebih. Bahkan menurut saya cukup untuk ditempati pasangan muda yang baru punya anak satu dengan kata lain terlalu luas untuk ditinggali seorang diri dengan perkakas yang minim.

Setelah melihat, akhirnya saya memilih satu kamar yang terletak ditengah diantara 3 kamar yang masih kosong. Kemudian ibu itu berjanji akan segera dibersihakan disiapkan untuk bisa segera ditempati. Siang harinya saya kembali datang, subhanalloh kamar sudah siap dengan kasur dan furniture pelengkapnya meskipun saya harus mengepelnya ulang tapi tak mengapa, toh service yang diberikan sudah lebih dari cukup buat saya. Dan sore hari saya sudah bisa menempati kamar baru saya dengan nyaman, dan sore itu juga saya sudah bisa menikmati Kampoeng Ramadhan Jogokaryan yang sejuk dan religi.

Tentang siapa ibu kos saya, nanti akan saya ceritakan dalam tulisan berikutnya. Insyaalloh.

So, aku hanya ingin ngingetin ke diri sendiri dan siapapun yang baca tulisan ini. Hati-hatilah dengan pikirin dan mimpi anda. Jangan takut untuk bermimpi. Hari ini mungkin sesuatu yang sedang anda pikirkan hanya lah sebuah mimpi, namun tunggu dan lihatlah nanti akan tiba pada waktunya mimpi itu menjadi kenyataan.


Jogokaryan 8 Ramadhan 2009,
siang setelah selesai kajian bersama ustadz Abu Bakar Ba’asyir.
*tadi datang udah bubaran karena kelewat asyik nulis, tapi masih sempet jamaah dhuhur bareng beliau dan bonus jabat tangan^-^

No comments: