Saturday, August 22, 2009

[Review Film] Merantau


Ditengah-tengah maraknya film-film berbau horor dan komedi yang cenderung “pornoisme” (hehe..ini istilah saya pribadi), munculnya film Merantau menurut saya cukup membawa angin segar bagi dunia perfilm-an tanah air. Film yang berdurasi sekitar 115 menit ini mengusung tema tentang tradisi merantau yang ada dikalangan orang Minangkabau.

Diawal-awal cerita, saya sangat tertarik dengan pesan moral yang disampaikan. “merantau sudah menjadi tradisi bagi seorang pemuda di Minangkabau agar ia lebih mengenal tentang hakekat hidup...bla..bla..bla”. Serta adanya penggambaran tradisi adat Minangkabau sebelum seorang anak muda merantau dan eksotisme Minangkabau tergambarkan. Membuat kota ini layak disebut Minangkabau is Beautyful and Java is Very Beautyful..hehehe..kok jadi pembahasan SARA. Just kiding ah. (Oke kembali ke topik). Salah satu tradisi yang melekat di Minangkabau adalah silatnya, sebuah tradisi yang sudah diwariskan secara turun temurun. Dan salah satu perguruan silat yang terkenal adalah padepokan silat harimau.

Dalam film ini digambarkan tentang seorang anak muda yang bernama Yuda (Iko Uwais), yang sudah menguasai jurus silat harimau dan teruji sehingga Mamaknya yang diperankan oleh Kristin Hakim mengijinkan dia untuk merantau ke Jakarta.

Meskipun film ini bercerita tentang budaya Minangkabau, ternyata penulis cerita yang sekaligus sutradaranya adalah orang asing yaitu Gareth Huw Evans asal Wales, Inggris. Deuhh kok ga orang Indonesia ya?. “Sejarah pembuatan film ini sebenarnya sudah lama. Mulai syuting awal 4 November 2008 dan baru selesai sekita akhir Februari 2009 bertempat di Bukittinggi dan Jakarta” kata Ario Sagantara sang produser film yang saya dapatkan lewat rilis di Internet. Waktu syuting yang cukup lama, karena produser lain ada yang syutingnya cuma satu pekan.

Kembali ke cerita Film. Saat Yuda menumpang bus yang akan membawanya ke Jakarta, Yuda bertemu dengan Erik yang kelak menjadi musuh utamanya. Erik juga anak Minangkabau yang sudah lebih dulu merantau di Jakarta dan memiliki kemampuan silat yang tak kalah hebat dari Yuda. Erik hormat kepada Yuda karena di tas milik Yuda tertempel sebuah lambang perguruan silat ternama yaitu padepokan silat Harimau. Yuda merasa bahwa kemampuan silatnya sudah cukup untuk menjadi bekal dia merantau di Jakarta. Dia berharap sesampainya di Jakarta dia bisa mendapatkan pekerjaan sebagai guru silat. Hal itu disampaikannya kepada Erik namun Erik mengatakan bahwa itu akan menjadi omong kosong semata saat orang sudah berada di Ibukota.

Sesampainya di Jakarta ternyata Yuda mendapati gambaran lain tentang Ibukota. Panas, keras dan lumayan beringas sehingga membuat orang cenderung menghalalkan segala cara untuk mendapatkan penghidupan. Salah satunya adalah Adit yang mencoba mencopet dompet Yuda. Dan dari kejadian itulah kisah pertaruangan demi pertaruangan muncul karena Yuda terseret oleh permasalahan yang sedang di hadapi oleh Astri kakaknya Adit yaitu human trafficking atau perdagangan manusia.

Selain menyuguhkan hiburan lewat aksi laga, film ini menurut saya juga membawa pesan budaya dan pesan moral sosial agama. Pesan budaya yang disampaiakan yaitu tentang budaya orang minangkabau itu sendiri. Sedangkan pesan moral yang saya tangkap dari film ini adalah dengan berbekal keterampilan saja tidak cukup untuk membawa kita menjadi seorang perantau yang sukses. Kemampuan mengenali diri dan membawa diri sangatlah dibutuhkan. Sehingga “kejamnya” tanah perantauan tidak akan sampai “membunuh” karakter atau nilai luhur kebaikan yang sudah ada dalam diri kita. Sebagaimana yang mungkin pernah kita lihat, para perantauan kadang merasa karena jauh dari adatnya sehingga dia bisa melakukan apa saja tanpa punya rasa malu atau takut melanggar adat atau norma agama yang dia yakini. Seakan-akan menjadi manusia yang bebas sebebas-bebasnya. Akan tetapi banyak juga yang dengan merantau menjadi lebih baik.

Pesan lain yang saya dapati bahwa setiap ilmu yang kita miliki bisa memberi manfaat kepada kita dan sebaliknya. Hal itu terganggung bagaimana kita memanfaatkan ilmu tersebut. Dan pada dasarnya ilmu akan selalu membawa kebaikan bagi yang memilikinya.
Sedangkan dari segi teknis film [meskipun saya orang yang masih awam] saya rasa cukup bagus. Gambar yang disajikan juga cukup hidup, sehingga keindahan alam Bukittinggi bisa tergambarkan dengan baik. Dan efek suara juga lumayan bagus membuat adegan demi adegan memiliki kekuatan tersendiri. Hal ini bisa jadi karena dukungan olah musik dari perusahaan olah musik ternama yaitu Dolby Sound Laboratories. Patut diketahui, Merantau telah mendapat penghormatan di ajang 13th Puchon International Fantastic Film Festival Korea Selatan.

Trailer film ini juga ditayangkan di Cannes Film Festival dan menjadi film pembuka dalam Jogja-Netpac Asian Film Festival di Yogyakarta yang dimulai kemarin hingga 8 Agustus 2009.

Finaly, saya tidak akan mengatakan film ini bagus atau tidak. Penilaian saya kembalikan kepada anda. Karena menurut saya, menikmati film sama dengan menikmati hidangan makan yang setiap orang punya selera masing-masing. Dan satu hal didunia ini yang tidak bisa kita perdebatkan yaitu soal selera. Selamat menonton bagi anda yang tertarik...


Parangtritis, 22 Agustus 2009

2 comments:

Bang Mupi said...

salam kenal :D

lumayanlah film aksi Indonesia ini.
Sudah berada di jalur yg tepat. Tapi masih harus banyak belajar.

MUTIARA KATA said...

ehhh..maap bang, komentnya baru kebaca. salam kenal juga bang mupid:D
nuhun dah mampir baca...